Rabu, 26 November 2008

PREMANISME

Premanisme (berasal dari kata bahasa Belanda vrijman = orang bebas, merdeka dan isme = aliran)adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain.






ANGGOTA POLSEK PEMAYUNG SEDANG MEMBERIKAN HIMBAUAN TERHADAP SEKELOMPOK ANAK MUDA DI DESA SELAT AGAR TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN YANG MERESAHKAN MASYARAKAT



Polisi di berbagai daerah kembali melakukan gebrakan untuk membatasi ruang gerak dan bahkan memberantas aksi premanisme yang makin meresahkan masyarakat. Jika semula aksi pemberantasan preman hanya dilakukan di lima wilayah polda, kini atas perintah Kapolri, operasi memerangi premanisme dan kejahatan jalanan diperluas di seluruh jajaran polda di Indonesia.

Ratusan bahkan ribuan orang yang ditengarai melanggar hukum karena melakukan aksi premanisme sudah diringkus polisi. Operasi pemberantasan premanisme itu untuk sementara waktu telah terbukti efektif meredam ulah preman yang selama ini sering memalak masyarakat maupun ulah preman lain yang merugikan. Antara lain, pencopetan, parkir liar, pencurian, dan perampokan.

Hanya, yang menjadi masalah kemudian adalah seberapa jauh operasi yang digelar polisi tersebut dapat terus dilaksanakan? Apa sebetulnya yang perlu dikembangkan untuk memberantas premanisme hingga ke akar-akarnya?




anggota polsek pemayung sedang memeriksa KTP dan memberikan arahan pada masyarakat yang mangkal di simpang lubuk ruso.



Makin Menggurita

Di Indonesia, upaya untuk memberantas dan memerangi premanisme sebetulnya bukan hal yang terlalu baru. Selama ini, sudah berkali-kali polisi menggelar berbagai operasi pemberantasan preman, namun hasilnya seringkali tidak efektif. Saat operasi diadakan, memang premanisme seolah-olah tiarap. Tetapi, setelah stamina aparat mulai berkurang, biasanya, pelan-pelan aksi premanisme kembali muncul, bahkan dengan skala yang makin mencemaskan.

Pada dua-tiga dekade silam, kita tentu masih ingat bahwa di tanah air ini pernah dikembangkan aksi petrus (penembakan misterius) untuk memberantas ulah preman dan pelaku kejahatan yang dinilai sudah tidak lagi bisa ditoleransi. Namun demikian, seperti kita lihat, ulah preman ternyata kembali marak dalam beberapa tahun kemudian.

Misalnya, orang-orang bertato yang berwajah sangar kembali bermunculan. Aksi pemalakan pun kembali menghantui para pemilik toko, pemilik mobil, dan masyarakat umum.

Ada kesan kuat, ketika ulah preman itu makin ditekan, ternyata dalam perkembangannya, ulah mereka justru makin resistan dan taktis menyiasati tekanan.

Sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang terkategori marginal, para preman yang banyak beroperasi di berbagai kota besar di Indonesia tidak lagi sekadar melakukan aksi kejahatan kelas teri seperti memaksa pemilik kendaraan bermotor membayar tiket parkir dua kali lipat dari tarif atau memalak para pemilik toko untuk menyediakan uang keamanan. Tetapi, lebih dari itu, yang mereka lakukan kini tak jarang adalah mengembangkan aksi dalam pola yang lebih terorganisasi -ikut dalam kegiatan dan kepentingan politik praktis- sehingga posisi tawar (bargaining position) mereka menjadi lebih kuat. Bahkan, terkadang mereka juga cukup dekat dengan pusat-pusat kekuasaan tertentu.

Habitat yang menjadi area subur bagi perkembangan aksi premanisme kini tidak lagi hanya di dunia prostitusi, perjudian, dan dunia kriminal lain. Sebagian yang lain bahkan diduga telah berhasil menanamkan uang hasil palakannya di berbagai usaha yang sifatnya legal.

Di dunia premanisme, justru dengan kedigdayaan, kekenyalan, dan daya tahan, mereka tetap survive dan mampu menyiasati tekanan sekeras apa pun dari polisi karena di antara mereka berkembang apa yang disebut Hans-Dieter Evers (2002) sebagai kohesi sosial dan proses pembelajaran.

Seorang preman yang berhasil ditangkap aparat dan kemudian dijebloskan ke penjara karena terbukti melanggar hukum niscaya tidak kapok dan setelah bebas akan meninggalkan dunia premanisme. Dalam kenyataan, yang sering terjadi adalah penjara justru menjadi sekolah baru yang makin mematangkan semangat mereka untuk lebih masuk dalam pusaran dunia premanisme, mengembangkan jaringan yang lebih kuat, dan akhirnya membangun kerajaan baru di dunia kriminal yang lebih solid.

Di sejumlah negara lain, kita tentu sudah sering membaca, kekuatan para penjahat justru makin menggurita. Bukan saja dari segi pengorganisasiannya, tetapi juga dari segi daya cengkeram mereka yang makin memasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat.

ANGGOTA POLSEK PEMAYUNG SEDANG MELAKUKAN PENGELEDAHAN SENJATA TAJAM,NARKOBA DAN KARTU TANDA PENGENAL.








Memberantas Habitatnya

Memberantas premanisme sekadar hanya mengandalkan pendekatan yang sifatnya legal-punitif harus diakui bukanlah hal yang mudah, untuk tidak mengatakan mustahil. Meskipun, cara-cara yang dikembangkan polisi belakangan ini terbukti secara temporer membekukan aksi premanisme untuk tidak lagi terlalu pongah dan merugikan masyarakat. Tetapi, untuk memberantas preman hingga ke akar-akarnya, tentu yang dibutuhkan bukan hanya tindakan penghukuman dan sikap represif yang terkadang malah memperbesar daya resistansi mereka.

Memberantas premanisme hingga ke akar-akarnya tak pelak juga membutuhkan penanganan di tingkat hulu, terutama berkaitan dengan hal-hal yang menjadi embrio serta pendorong kelahiran aksi premanisme.

Kemiskinan, kelangkaan kesempatan kerja, marginalisasi, dan kekuasaan yang cenderung korup adalah habitat yang subur bagi perkembangan premanisme di tanah air.

Karena itu, agar dari waktu ke waktu tidak lahir preman-preman baru yang makin canggih, pemerintah wajib mengimbangi langkah polisi dengan aksi dan pendekatan sosial agar hal-hal yang menyuburkan tumbuhnya preman tidak terus berkembang. Ketika orang frustrasi karena tak mampu menghidupi keluarganya serta ketika pemerintah tidak lagi mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai dan layak

Tidak ada komentar: